Jangan Sampai Lemahkan Daya Beli Masyarakat, Kenaikan PPN 12 Persen Perlu Kajian Komprehensif

29-11-2024 / BADAN ANGGARAN
Wakil Ketua Banggar DPR RI Jazilul Fawaid, saat memimpin agenda pertemuan Banggar DPR RI ke Kanwil Dirjen Pajak, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Foto: Saum/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta - Pemerintah berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen per 1 Januari 2025. Meskipun demikian, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengabarkan kenaikan PPN menjadi 12 persen akan ditunda. Sebab, pemerintah berencana memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat. Yaitu, bantuan sosial ke kelas menengah.

 

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Jazilul Fawaid menekankan perlunya kajian komprehensif sebelum kebijakan tersebut diberlakukan. Hal itu agar tidak melemahkan daya beli masyarakat, terutama menengah ke bawah.

 

Ia mengingatkan pemerintah bahwa sektor konsumsi merupakan penyumbang utama pendapatan pajak negara. “Jika daya beli masyarakat melemah akibat kenaikan PPN, maka konsumsi akan turun. Dampaknya, pendapatan pajak juga tidak optimal,” ungkap Jazilul kepada Parlementaria usai memimpin agenda pertemuan Banggar DPR RI ke Kanwil Dirjen Pajak, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (28/11/2024).

 

Dirinya pun juga meluruskan soal isu bahwa kenaikan PPN dilakukan untuk membayar utang negara. “PPN bukan untuk menutup utang. Pemerintah masih memiliki ruang untuk utang produktif yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi,” jelas Politisi Fraksi PKB ini.

 

Menurutnya, pengelolaan utang yang produktif lebih efektif dibandingkan kebijakan yang berisiko menurunkan daya beli masyarakat. Jika langkah ini harus diambil, ia menyarankan agar kenaikan PPN dilakukan pada saat daya beli masyarakat sudah pulih dan kuat.

 

Di sisi lain, ia menegaskan pentingnya keberimbangan antara kebutuhan fiskal pemerintah dan kondisi ekonomi masyarakat. Baginya, kenaikan PPN menjadi 12 persen bukan sekadar persoalan fiskal, melainkan juga menyangkut keberlanjutan ekonomi.

 

Dengan pendekatan yang lebih matang, ia berharap pemerintah bisa tetap menjaga stabilitas daya beli masyarakat sekaligus menggenjot pendapatan negara tanpa mengganggu roda ekonomi nasional. “Momentum (PPN 12 persen diterapkan) tepat adalah ketika pasar kembali ramai, UMKM berproduksi lancar, dan ekonomi bergerak aktif,” pungkasnya. (ums/rdn)

BERITA TERKAIT
TKD Turun, Pembangunan di Daerah Tetap Jalan Didukung Dana Pusat Rp1.376 Triliun
28-08-2025 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta – Pemotongan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp269 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN)...
Muhidin Mohamad: TKD Turun, tapi Anggaran untuk Rakyat Justru Lebih Besar
26-08-2025 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Muhidin Mohamad, menegaskan bahwa alokasi Transfer ke Daerah (TKD) pada...
RAPBN 2026 Harus Adaptif Hadapi Ketidakpastian Global
21-08-2025 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, meminta pemerintah untuk mengajukan asumsi ekonomi makro dalam Rancangan...
Banggar DPR RI Pastikan Kebijakan Pajak Shadow Economy Tidak Bebani UMKM
20-08-2025 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta– Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menanggapi strategi pemerintah dalam mengawasi aktivitasshadow economyyang tercantum dalam Nota...